Tak dapat di sangkal, terjadinya gerakan pembaharuan (reform) di suatu negara banyak dipelopori dan digerakkan oleh pemuda. Di Hungaria misalnya, revolusi menuntut kemerdekaan, kebebasan, dan pengusiran Uni Soviet di motori oleh Dewan Mahasiswa Revolusioner. Yang puncaknya berhasil menghimpun 100 ribu massa di lapangan Petofi, pada 23 Oktober 1956. Demikian juga di Yunani, National Union of Greek Students melakukan gelombang demonstrasi untuk menuntut kebebasan, demokrasi, keadilan sosial dan HAM pada rezim Papandreou. Klimaksnya ditandai tumbangnya rezim tersebut. (Mahfudz Shidiq, 2003).
Hal serupa juga terjadi di
belahan dunia lainnya. Di Amerika,
Afrika, juga di kawasan Asia. Terakhir masih melekat dalam benak kita, bangsa
Indonesia, adalah peristiwa jatuhnya rezim otoriter Orde Baru yang menandai
bergulirnya era reformasi dan demokrastisasi, yang ini pun di motori dan
digerakkan oleh kaum muda dan mahasiswa.
Tentu saja, masih banyak catatan sejarah tentang gerakan kaum muda dan
peranannya dalam proses perubahan di sebuah negeri. Dari mata rantai pergerakan
dan perjuangannya, dapat kita ketemukan beberapa titik persamaan, yaitu:
pertama, gerakan tersebut lahir dari kondisi yang dihadapi masyarakat, yang
dipandang tidak sesuai dengan cita-cita negara dan harapan dari masyarakat.
Kedua, gerakan ini lahir karena merespon berbagai kondisi dan situasi tersebut
atas dasar kesadaran moral, tanggungjawab intelektual dan pengabdian sosial.
Ketiga, gerakan kaum muda ini senantiasa muncul sebagai pelopor dari aksi
perlawanan yang memicu munculnya aksi serupa oleh kekuatan sosial-politik lain
di tengah-tengah masyarakat.
Pemuda dan Dakwah Islam
Dalam sejarah Islam pun demikian. Maka siapapun yang mengkaji dengan baik
sejarah dakwah Islam, akan menemukan bahwa pemuda menjadi tulang punggung
kekuatan perjuangannya. Pemuda, oleh alquran dipandang bukan saja sebagai masa
kekuatan tetapi secara tegas di posisikan sebagai kekuatan masa.
Kita bisa melihat didalam alquran, kisah Ibrahim muda yang cerdas dan
kritis terhadap kemapanan ideologi yang telah menyesatkan kaumnya. Nabi Ibrahim
dapat menghancurkan kekuatan logika sesat Azar dan juga memporak-porandakan
logika kekuatan yang dikedepankan oleh Raja Namrud.
Tengok juga, Daud muda. Keberanian dan kemuakannya terhadap rezim tiranik
Jalut, membawanya ke medan pertempuran untuk satu misi khusus yaitu membunuh
Jalut dengan senjata ketapelnya. Tidak berhenti disitu, alquran juga bercerita
tentang Ashabul Ukhdud, sekumpulan pemuda yang berontak melawan kekuasaan
kuffar ditengah-tengah ketidakberdayaan masyarakat.
Tertangkap bukan menjadi akhir perjuangan, justru itulah puncak
perjuangannya. Tatkala parit api membakar tubuh mereka, justru pemandangan
itulah yang membakar kembali semangat keberanian dan perlawanan masyarakat yang
sudah putus asa.
Ada juga kisah Ashabul Kahfi, Yusuf muda, sampai akhirnya alquran
memaparkan sosok terbaik, Muhammad saw. Diusianya yang baru 17 tahun, beliau
tercatat sebagai pahlawan perang Fujjar. Ditengah ancaman pertikaian politik
antar kabilah, Muhammad saw tampil sebagai problem solver, memutuskan perkara
peletakan Hajar Aswad dengan solusi yang adil, bijaksana dan brilyan. Sehingga
beliau berhak menyandang gelar “Al-amin”
Kepribadian Pemuda Pilihan
Begitulah pribadi-pribadi besar yang ditampilkan oleh alquran. Yang
ternyata memiliki keunggulan, yang bukan saja kuat, tetapi juga dibutuhkan oleh
zamannya. Dan, inilah rahasia pertama kekuatan para pemuda.
Nabi Musa as, yang hidup ditengah-tengah kesewenang-wenangan kekuasaan
zhalim Fir’aun dan juga keculasan plus kemunafikan kaumnya, Bani Israil,
memiliki kepribadian Qawiyyun Amiin (sosok yang kuat lagi terpercaya). Nabi
Yusuf as, yang hidup ditengah hedonisme kekuasaan korup Mesir, yang menggiring
negara kepada kehancuran ekonomi, memiliki kepribadian Hafidzun Aliim (sosok
yang mampu menjaga dan amanah lagi berpengetahuan luas). Thalut as, yang hidup ditengah
arus perlawanan Bani Israil dari cengkraman Raja Jalut dianugerahi oleh Allah,
Bashatan fil Ilmi wal Jismi (keunggulan pada kekuatan ilmu dan fisik). Nabi
Muhammad saw, yang hidup ditengah-tengah kebodohan umat, kompleksitas problem
sosial-ekonomi, friksi politik antar kabilah, memiliki kepribadian kuat berupa
Ra’ufur Rahiim (sosok manusia yang sangat santun lagi penuh kasih).
Selain keunggulan-keunggulan secara personal, alquran juga menampilkan sisi
kekuatan lain dari pemuda, yaitu keunggulan dalam mengorganisasi kekuatan.
Kisah Ashabul Kahfi menjadi contoh yang terbaik dalam membangun dan
mengorganisasi kekuatan tersebut, yang meliputi:
Pertama, kekuatan asas perjuangan, yaitu aamanu bi rabbihim. Iman kepada Allah menjadi basis kesadaran,
keyakinan dan kekuatan penggerak dalam perjuangannya. Kedua, kekuatan konsep
dan metode perjuangan, yaitu wa zidnaahum huda. Semua gagasan, pemikiran dan
konsep perubahan serta jalan yang ditempuh untuk mewujudkannya, bersumber dari
Allah. Dan alquran adalah petunjuk terbesar dan terlengkap bagi kaum muslimin.
Ketiga, kekuatan persatuan, yaitu wa rabathna ‘ala quluubihim. Ketika
perjuangan mengharuskan menghimpun banyak orang, maka kunci kekuatan adalah
pada semangat persatuan dan puncak persatuan itu ditandai dengan terikatannya
hati-hati. Keempat, kekuatan
sikap dan posisi, yaitu idz qaamuu. Nilai perjuangan dihadapan manusia adalah
ketika memiliki mauqif atau sikap yang jelas dan tegas. Sebuah kekuatan
perjuangan akan berada dalam posisi ini manakala ia senantiasa dalam kondisi
siap dan mampu mengelola unsur kekuatan yang ada dengan sangat efektif dan
efisien. Kelima, kekuatan aksi dan opini, pengaruh perjuangan akan sangat
ditentukan oleh seberapa aksi dan opini yang dibangun ditengah-tengah
masyarakat. Dan kekuatan aksi dan opini ini akan efektif manakala memiliki isu
sentral “Laa ilaha illallah”, konsistensi misi, imunitas kepentingan perjuangan
dan kesinambungan aksi dan opini yang luas.
Pemuda dan Tantangan
Kekinian
Jatuhnya kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1924, menandakan titik
siklus terendah perjalanan kaum muslimin sebagai sebuah umat. Pada masa pasca itu, umat sekaligus
dihadapkan pada dua persoalan besar. Pertama, dibutuhkannya upaya keras dan
sungguh-sungguh untuk membangun kembali ruh kesatuan umat (wihdatul ummah). Dan
yang kedua, dibutuhkannya perjuangan menyeluruh untuk membebaskan umat dari
belenggu kolonialisme dengan segala macam bentuk dan pengaruhnya.
Pada kondisi seperti ini, peran pemuda sangat sentral. Dan kemampuan
menjawab dua permasalahan besar diatas menjadi kuncinya. Semoga para pemuda
menyadari posisi dan perannya yang sangat sentral tersebut, sehingga
problematika bangsa dan keummatan dapat segera dicari jawabannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar