“BBM Naik Terus, Adilkah?” Begitulah tema yang diangkat dalam sebuah
diskusi yang dilaksanakan Remaja Masjid Kawasan Industri Batamindo (RMKIB), Muka Kuning
Batam pada Minggu, 2 Oktober 2005, satu hari pasca kenaikan BBM. Diskusi ini
adalah buah respon dari para karyawan yang bekerja di perusahaan di Kawasan
Industri Batamindo terhadap kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintahan SBY
– JK. Namun bukan apa dan bagaimana hasil dari diskusi tersebut, yang ingin
dikaji dalam kesempatan ini, melainkan implikasi dan keterkaitan antara
kenaikan harga BBM, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan bagaimana
seharusnya pemerintah perlu bersikap ditengah kontroversi dan penolakan
keputusan kenaikan harga BBM tersebut.
Pil Pahit
Kenaikan harga BBM ini merupakan kali kedua pemerintahan SBY – JK melakukan
kebijakan menaikan harga BBM di tahun 2005 ini, yang pertama dilakukan pada 1
Maret 2005. Kebijakan menaikan harga BBM ini merupakan pil pahit untuk
menyehatkan masyarakat secara ekonomi, demikian pendapat Amien Rais pada sebuah
seminar yang dilaksanakan di Sespim Polri Lembang, Kabupaten Bandung pada
Selasa 27 September 2005.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ibarat orang sakit katakanlah telah mencapai
stadium kronis, kemudian dokter mendiagnosa lantas diterapi dan ternyata hasilnya semakin
gawat. Maka sebelum meninggal obatnya harus diganti berikut tim dokternya, dalam hal
ini tim ekonominya.
Mengenai kenaikan harga BBM ini, pemerintah dalam hal ini tim ekonomi
begitu bulat dan yakin bahwa langkah ini adalah tepat sebagai upaya untuk
membawa rakyat sehat secara ekonomi. Hal ini terkait dengan harga BBM di pasar
dunia semakin melambung tinggi. Dihitung dari opportunity cost, dalam waktu
setahun pemerintah harus mensubsidi BBM sekitar kurang lebih Rp 100 triliun,
bergantung pada harga BBM di pasar. Jelas angka subsidi itu sangat besar bagi kemampuan
pemerintah saat ini. Indonesia bukanlah negara kaya dengan berbagai cadangan sumber
dana yang longgar. Sebaliknya, negara ini sudah delapan tahun berada dalam
kubangan krisis ekonomi sejak 1998. Ditambah dengan kewajiban membayar utang,
keuangan pemerintah semakin berat jika tetap harus menanggung subsidi BBM
seperti saat ini.
Menunda pengurangan subsidi BBM oleh sebagian ekonom dan politisi rasional
dianggap kebijakan populis yang kosong dan justru berbahaya dalam jangka panjang.
Apalagi, publik luas menuntut perubahan segera. Mereka ingin merasakan secara
konkret dan secepatnya realisasi masa kampanye, mulai dari perubahan sarana
pendidikan, pelayanan kesehatan dan kesempatan kerja. Untuk treatment jangka
pendek, mengurangi subsidi BBM dapat dikompensasi bagi rakyat miskin di aneka
sektor itu. Namun oleh sejumlah ekonom, kenaikan harga BBM ini adalah sebuah
pembodohan terhadap rakyat dan akan semakin memperpanjang penderitaan rakyat
saja.
Pernyataan lebih tegas disampaikan oleh Alfitra Salam, pengamat politik
LIPI bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu segera mewujudkan
janji-janji yang disampaikan saat berkampanye yang sudah terlanjur menjadi
harapan besar masyarakat dan tidak lagi „berakrobat politik“. „Presiden
Yudhoyono terlalu lama berakrobat politik sehingga masyarakat jenuh. Beretorika
terlalu lama ibarat sinetron Tersanjung nanti bisa jadi tersandung“ kata
Alfitra dalam seminar bertajuk „Refleksi Satu Tahun Pemerintahan SBY – JK“ yang
dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Nasional Relawan Bangsa di Jakarta beberapa
waktu lalu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa naiknya SBY memimpin bangsa ini telah
menumbuhkan harapan yang begitu besar dari rakyat Indonesia akan adanya sebuah
perubahan yang membawa ke arah kesejahteraan. SBY, dianggap sebagai
sosok yang super hero dan pesilat yang tangguh. Namun sayang hingga kini belum
menunjukan jurus-jurus yang hebat. Kebijakan yang dibuat justru tidak berpihak
pada rakyat. Padahal sebagai presiden pilihan rakyat harusnya ia berpihak
terhadap rakyat.
Rakyat Miskin Meningkat
Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 36,15
juta. Sedangkan rata-rata garis
kemiskinan (tahun 2004) di Indonesia adalah 127.653 rupiah per kapita per
bulan. Perhitungan jumlah penduduk miskin yang dilakukan oleh BPS tersebut
menggunakan pendekatan basic need. Sehingga dengan pendekatan ini, kemiskinan didefinisikan
sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan sisi ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan makanan
dan non makanan yang mendasar. Batas kecukupan makanan (pangan) dihitung dari besarnya
rupiah yang dikeluarkan untuk memenuhi energi sebanyak 2.100 kalori per kapita
per hari. (Defi Kurnia, 2005).
Keputusan pemerintah menaikan harga BBM sudah barang tentu akan diikuti
oleh kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini membawa implikasi berupa
meningkatnya jumlah penduduk miskin di Indonesia. Kondisi ini diakui dengan
sangat jujur oleh Sri Mulyani Indrawati, Meneg Perencanaan Pembangunan Nasional
/ Ketua Bappenas. Ia menyatakan bahwa akibat dari kenaikan harga BBM ini, angka
rakyat miskin menjadi meningkat. Dikarenakan rakyat yang sebelumnya
terkategorikan nyaris miskin pasca kenaikan ini menjadi miskin.
Hal ini dipertegas dengan analisa BPS bahwa dengan asumsi pendapatan
masyarakat tetap (tidak meningkat), apabila kenaikan harga (inflasi) sekitar
10% maka akan menaikkan jumlah penduduk miskin sekitar 30%. Dengan kata lain,
berapa besar pertambahan penduduk miskin tergantung seberapa besar dampak
kenaikan BBM terhadap laju inflasi.
Sikap Pemerintah
Bahwa reaksi yang muncul dari masyarakat akibat kenaikan harga BBM ini
terjadi dimana-mana. Di Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Medan, Semarang dan
kota-kota lainnya terjadi aksi unjuk rasa menentang keputusan pemerintah yang
tidak populer tersebut. Sementara Presiden SBY diberbagai kesempatan selalu
menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menghalang-halangi aksi tersebut asal
dilakukan dengan tertib dan tidak anarkis. Hal itu adalah wajar dialam demokrasi seperti
sekarang ini.
Sebuah bahasa dan komunikasi politik yang nyaris sempurna telah
diperlihatkan oleh SBY. Hal ini sebagai perwujudan rasa percaya diri yang kuat
diakibatkan adanya dukungan politik dari DPR. Sehingga SBY berfikir bahwa
demostrasi tersebut tidak akan membahayakan kekuasaannya secara politik.
Biarkan saja aksi-aksi demo itu karena nanti juga akan berhenti dengan
sendirinya, dan hal tersebut terbukti.
Bahwa pemerintah tetap bersikukuh dengan keputusan yang telah dibuatnya.
Aksi penolakan yang dilakukan masyarakat tidak membawa pengaruh sedikitpun.
Seperti kata pepatah anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Dengan sikap
pemerintah yang seperti itu, harusnya pemerintah juga perlu lebih serius dan tanggap
terhadap permasalahan serta kesulitan yang dihadapi oleh masyarakat, antara
lain dengan melakukan :
Pertama, membuktikan bahwa pelaksanaan penyaluran program kompensasi
pengurangan subsidi bahan bakar minyak (PKPS-BBM) berjalan dengan baik dan dapat
terukur manfaatnya bagi masyarakat miskin. Mengingat selama ini penyaluran dana
berbagai bentuk program serupa terasa belum optimal mencapai sararan bahkan
cenderung terjadi penyimpangan disana-sini.
Kedua, pelaksanaan penegakan hukum secara tegas dan tidak pandang bulu
terhadap pelaku tindak penyelundupan BBM termasuk para pejabat dan jajaran
Pertamina.
Ketiga, meyakinkan kepada masyarakat bahwa langkah dan besarnya angka
kenaikan harga BBM benar-benar merupakan upaya terakhir setelah melakukan program
peningkatan budaya kerja, efisiensi keuangan Negara dan pemberantasan korupsi.
Keempat, mengantisipasi dan menolong masyarakat yang jatuh miskin karena
dampak dari PHK (pemutusan hubungan kerja) akibat perusahaannya bangkrut
menanggung kerugian menyusul kenaikan harga BBM dan berbagai bentuk kesulitan
ekonomi lainnya agar bisa bangkit dan survive kembali.
Kelima, menyiapkan dan melaksanakan program ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya yang bekerja di sector pertanian,
perikanan dan sector informal.
Catatan Akhir
Bahwa kenaikan harga BBM telah membawa implikasi berupa meningkatnya jumlah
penduduk miskin di Indonesia. Untuk itu, seiring dengan datangnya bulan suci
Ramadhan, momentum ini dapat dimanfaatkan guna membantu saudara-saudara kita
tersebut dengan cara memperbanyak infak dan sedekah serta menunaikan kewajiban
membayar zakat fitrah dan zakat maal.
Semoga datangnya bulan suci ini membawa hikmah dan berkah bagi seluruh
bangsa Indonesia dan akhirnya kita berharap Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkenan
mengeluarkan bangsa ini dari belitan krisis yang telah membawa keterpurukan
ini. Amien
Tidak ada komentar:
Posting Komentar