Seiring pembahasan Rancangan
Undang-Undang Pemilu Presiden (RUU Pilpres) oleh DPR, persyaratan capres
menjadi sebuah isu yang hangat dan cenderung krusial. Pasalnya, syarat-syarat yang diusulkan
tersebut berpotensi menjegal seseorang. Beberapa usulan yang sekarang menjadi
pro-kontra di DPR antara lain, syarat sarjana, pembatasan usia maksimal 60
tahun, sehat jasmani dan rohani hingga syarat besaran persentase.
Setelah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kini
Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusulkan syarat pendidikan terendah bagi
calon presiden adalah sarjana atau lulus perguruan tinggi. PKS melalui perwakilan
fraksinya di Pansus RUU Pemilu menyatakan syarat ini menurutnya juga bisa
ditambah dengan membuat mekanisme pendalaman visi dan misi dan kesiapan
mengikuti debat terbuka. Sehingga kemampuan intelektual para calon teruji
secara mendalam. Sementara PAN mengusulkan persyaratan ini, lebih kepada
tuntutan dan tantangan zaman dan globalisasi.
***
Kondisi ini membuat gerah pihak-pihak yang merasa
terusik dengan persyaratan-persyaratan tersebut.
Salah satu yang merasa terusik kelihatannya Megawati
Soekarnoputri. Ia akan terjegal bila persyaratan pendidikan ini disetujui oleh
DPR. Untuk itu, Ketua Umum PDI-P ini pada sambutan pelantikan pengurus daerah
Baitul Muslimin Provinsi Jakarta pada Minggu (16/3) melakukan “perlawanan”
dengan membandingkan titel kesarjanaan bagi calon presiden dengan nabi. “Nabi
saja tidak sarjana”, ungkapnya.
Kontan pernyataan ini menjadi
kontroversi dikalangan kaum muslimin. Ironisnya, hal itu disampaikannya saat pelantikan
pengurus organisasi sayap yang sengaja dibuat untuk menjadi “mesin politik”
pendulang suara kaum muslimin.
Tak kurang Budi Susilo, salah
satu Pimpinan Kolektif Nasional (PKN) Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) mengecam
sikap bernuansa SARA yang dilontarkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri
ini. Menurutnya, pernyataan Megawati yang mengkaitkan dengan pendidikan Nabi
terkait syarat Capres terlalu mengada-ada. Bahkan, kata dia, dengan pernyataan berbau SARA tersebut menunjukkan
kalau Megawati mengedepankan emosi ketimbang logika.
Pernyataan itu sungguh sangat disesalkan dan semestinya tidak keluar dari mulut seorang mantan Presiden. Sebab akan bisa memicu gejolak dikalangan masyarakat utamanya kaum muslimin. Dan secara politik, ini tentu kontra produktif dengan maksud didirikannya Baitul Muslimin oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Terlepas, apa maksud sebenarnya Megawati memberikan statemen tersebut.
***
Menurut hemat penulis, semestinya kalau Megawati
mau mempersoalkan jenjang pendidikan untuk seorang capres, ia bisa perjuangkan lewat
fraksinya yang ada di DPR agar
persyaratan sarjana itu tidak sampai terealisasi di RUU Pilpres. Dan bukannya
teriak-teriak di luar dan membanding-bandingkan dengan seorang Nabi.
Semoga saja, kekhawatiran penulis terhadap
dampak yang timbul pasca statemen Megawati itu tidak terwujud. Sebab kalau sampai
terjadi maka kondusifitas yang ada dapat terusik dengan adanya reaksi dari kaum
muslimin terhadap pernyataan Megawati tersebut dan sekali lagi ini pasti bagi
PDI-P ini akan sangat merugikan terutama bagi upayanya meraih suara dari kaum
muslimin pada Pemilu 2009. Kelihatannya benar apa kata pepatah, mulutmu harimaumu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar