Menjelang satu tahun masa akhir pemerintahannya, SBY rupanya merasa sangat
memerlukan seorang wakil menteri yang membantu tugas-tugas Menteri Luar Negeri
Nur Hassan Wirayuda. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 20 Tahun 2008,
struktur baru tersebut ditandatangani pada 10 Maret 2008.
Sebenarnya jabatan wakil menlu
bukan hal yang aneh. Di banyak negara lain posisi itu ada dan dibutuhkan. Di
negara kita, pada pemerintahan masa-masa awal pascakemerdekaan juga selalu ada
wakil menteri luar negeri. Seperti pada masa Kabinet Syahrir tahun 1946-1947.
Hanya saja setelah itu menjadi tak lazim lagi, terutama di masa Orde Baru,
hanya ada satu petinggi di Departemen Luar Negeri. Bahkan ketika ada beberapa
menteri muda di departemen, tak pernah kita kenal posisi tersebut di Deplu.
Itulah sebabnya ketika sekarang mau diadakan lagi, terasa ada yang aneh. Dan
sekaligus tanda tanya, mengapa baru sekarang?
Beberapa Alasan
Tentu tidak semua sepakat dengan rencana tersebut terutama dari kalangan politikus yang berseberangan dengan pemerintah. Bisa saja dianggap hal itu sebagai bertentangan dengan semangat perampingan birokrasi termasuk di jajaran kabinet atau hanya akan menjadi sumber pemborosan baru. Mengapa tak dioptimalkan pejabat di bawahnya seperti Sekjen atau dirjen.
Dalam kenyataannya tak semudah itu. Di forum-forum internasional terutama
yang resmi dan menyangkut protokoler, wakil menteri luar negeri yang bisa
mewakili suatu negara kalau menlu berhalangan dan bukan pejabat lain setingkat
dirjen atau sekjen.
Dihadapan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR RI, Menlu Hassan mengemukakan sejumlah alasan diperlukannya wakil menlu dan menjamin tugasnya tidak akan tumpang tindih.
Pertama, pengisian jabatan itu adalah untuk
tata tertib administrasi pemerintahan dan peningkatan kinerja. Menurut dia,
perpres diputuskan oleh presiden setelah adanya presentasi yang dilakukan Menlu
dan Men-PAN.
Kedua, adanya peningkatan volume kegiatan diplomasi baik bilateral,
diplomasi regional maupun diplomasi multilateral terutama dalam 10 tahun
terakhir yang menuntut kehadiran wakil menlu.
Ketiga, ketika ada undangan yang ditujukan kepada menlu tidak serta merta diberikan kepada dirjen. Sebab yang mengundang merasa tidak senang karena diwakilkan kepada setjen atau dirjen.
Itulah beberapa alasan yang menurut Menlu mendasari diperlukannya Wakil
Menlu dalam struktur organisasi Deplu.
”Hidden Agenda”
Namun demikian, suara minor bahkan cenderung curiga ada agenda lain (hidden agenda) yang membuat SBY
membentuk struktur baru di Deplu ini.
Hal ini diungkap oleh pengamat politik dari CSIS Bantarto Bandoro. Ia
curiga pembentukan pos baru ini sebagai strategi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono untuk mendudukkan seseorang yang memiliki andil dalam menyokong SBY
di 2009 nanti. Dan kelihatannya Dino
Patti Djalal memiliki peluang lebih besar mengisi pos ini, mengingat faktor
kedekatannya dengan presiden disamping tentunya kapasitas yang dimilikinya dan
orang dalam Deplu. Sebab sebelum menjabat sebagai juru bicara presiden, Dino
merupakan mantan Direktur Urusan Amerika Utara dan Amerika Tengah Departemen
Luar Negeri.
Analisa lain, masih menurut Bantarto, bisa jadi dimunculkannya pos ini
karena SBY tak puas dengan kinerja Menlu.
"Muncul praduga, apa yang dilakukan menlu selama ini belum maksimal sehingga perlu lembaga baru. Mungkin saja SBY merasa belum puas dengan kinerja menlu," ujar nya, saat berbincang dengan okezone, Selasa (25/3/2008).
Meski demikian, Bantarto tidak mempermasalahkan jika posisi itu memang dianggap mendesak untuk segera diisi. Asalkan, lanjut dia, porsi pekerjaan wamenlu tersebut jelas dan tidak tumpang tindih dengan pejabat Departemen Luar Negeri lainnya.
Catatan Akhir
Seorang presiden, dalam sistem pemerintah presidensial, memang sudah
seharusnya menciptakan inovasi-inovasi yang bertujuan melancarkan jalan
pemerintahan. Dan ini otoritas sepenuhnya ada ditangan Presiden.
Namun, untuk mengurangi potensi instabilitas, menyitir penyataan Anies
Baswedan, Rektor Universitas Paramadina, sebaiknya inovasi-inovasi tersebut dilakukan
di awal-awal kabinet.
Terkait reaksi dari berbagai pihak terhadap rencana tersebut, sebaiknya
Presiden SBY perlu memberikan penjelasan secara komprehensif dari kacamata
pemerintah. Ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus pendidikan
politik kepada publik. Sudah saatnya para pemimpin mampu mengkomunikasikan
kebijakannya, sehingga publik tercerahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar