Sebagaimana telah dilansir banyak media, setidaknya terdapat enam
departemen yang akan memiliki posisi wakil menteri. Yakni departemen
yang diperkirakan memiliki beban pekerjaan sangat tinggi dalam lima tahun ke depan.
Hal itu diungkapkan SBY dalam konferensi pers
tentang kunjungan kerja di Thailand untuk menghadiri KTT ke-15 ASEAN di Hua
Hin, Minggu (25/10) malam.
Keenam departemen itu menurut SBY adalah
Departemen Pertanian, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan,
Departemen Perindustrian, Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan.
Ada sejumlah argumentasi yang mendasari
pemerintahan SBY – Boediono menetapkan pos wakil menteri ini. Yakni Departemen Pertanian, akan diberi tugas
untuk melaksanakan revitalisasi gelombang kedua. Hal ini agar komoditi
strategis dapat dipastikan mencapai swasembada. Departemen itu akan ditugasi
melakukan revitalisasi gelombang pertama untuk menata pabrik pupuk, pabrik
gula, pabrik tekstil, dan komoditas lain.
Sementara Depdiknas dan Depkes yang akan ditugasi melakukan reformasi
gelombang pertama. Depkes akan direformasi sehingga lebih berkaitan dengan
kesehatan masyarakat yang akan bekerja penuh selama lima tahun untuk memberikan
jaminan perlindungan kesehatan.
"Departemen seperti ini akan memiliki load (beban tugas) yang
tinggi karena pekerjaan rumahnya sangat banyak. Dengan demikian, saya tengah
memikirkan, tengah menggodok departemen atau kementerian yang load-nya
akan tinggi. Dan di situ perlu di-back up oleh wakil yang betul-betul
mesin bergerak penuh," tuturnya.
***
Rencana penetapan pos wakil
menteri di sejumlah kementerian dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, langsung memunculkan
sejumlah respons.
Penunjukan wakil menteri dinilai sebagai sesuatu yang tidak perlu. Sebab,
posisi itu tidak akan terlalu membawa banyak perbedaan. Termasuk jika dikaitkan
dengan adanya beban pekerjaan yang lebih berat dibandingkan atau departemen
lain.
Hal tersebut disampaikan oleh
pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Indonesia Andrinof A
Chaniago. "Nggak diperlukan,
karena tidak akan mengganggu urusan apapun kalau wakil menteri tidak ada,"
ujarnya.
Menurut dia, tanpa adanya wakil menteri, kinerja sebuah kementerian akan
bisa tetap berjalan. "Kan ada pejabat lain di bawah menteri, seperti
eselon 1. Jadi, saya melihat apa gunanya wakil menteri selain menambah beban
anggaran saja," tegasnya.
Andrinof juga tidak setuju jika beban kerja menteri dijadikan alasan untuk adanya wakil menteri. "Alasan beban kerja itu bukan alasan juga. Mau harus bekerja hingga malam, itu kan sudah tugasnya. Itu resiko seorang menteri," tegasnya.
Respon senada juga disampaikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Melalui
Sekjennya Anis Matta, PKS berpendapat
posisi wakil menteri tidak diperlukan. Hal ini karena saat ini kementerian dan
departemen itu tidak terlalu besar serta tugas dan fungsinya sudah diatur
secara spesifik. "Namun, jika presiden tetap mengisi wakil menteri, kami
tidak masalah," kata Anis. Dia beralasan, hal itu merupakan hak prerogatif
presiden yang harus dihormati.
***
Dengan alasan beban kerja yang membutuhkan penanganan khusus maka sesuai UU
No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tepatnya pasal 10, jabatan Wakil Menteri
dimungkinkan untuk diadakan.
Namun demikian melihat pro dan kontra yang cukup menguat dimasyarakat maka
ada beberapa hal yang substansial yang bisa ditarik benang merah atas diskursus
Wakil Menteri ini.
Pertama, Presiden sebelum memutuskan eksistensi posisi wakil menteri perlu
memikirkan masak-masak tugas dan kedudukan wakil menteri dalam pemerintahannya.
Sebab menurut UU Kementerian Negara, wakil menteri tidak termasuk anggota
kabinet. Untuk itu hal substantif dalam diskurus wakil menteri harus
diperjelas.
Kedua, pertimbangan signifikansi capaian atas adanya posisi wakil menteri,
seperti penguatan koordinasi dalam struktur yang sudah ada.
Ketiga, karena wakil menteri bukan anggota kabinet maka lebih tepat bila
diisi oleh kalangan profesional, sehingga kesan bagi-bagi kue kekuasaan tidak
mengedepan biarpun kesan tersebut tidak bisa hilang sama sekali.
Akhirnya kita hanya bisa menanti kepastian Presiden perihal pengisian pos Wakil
Menteri ini. Dan semoga dengan adanya pos tersebut dapat membuat kinerja
kabinet menjadi semakin efektif dan bukan sebaliknya.
Prijanto Rabbani
Director of Centre for Strategic and Policy Studies (CSPS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar