Islam mengajarkan untuk
bertindak adil terhadap sesama. Adil merupakan ajaran inti ketika terjadi
interaksi antar sesama manusia. Dari itulah terjadi keselarasan hidup dan
keseimbangan dalam tatanan sosial kemasyarakatan.
Banyak hal dalam ajaran
Islam yang menekankan nilai-nilai keadilan, terutama yang berkaitan dengan
aspek muamalah. Dan diantara keadilan itu adalah tentang kepedulian sosial dari
yang berpunya (aghniya) kepada yang tidak punya (masakin) dengan mempergunakan
instrumen zakat.
Tentang Zakat
Zakat merupakan
instrumen ekonomi yang diperuntukkan sebagai pengurang kesenjangan ekonomi yang
terjadi di masyarakat. Secara khusus zakat dalam pendistribusiannya diutamakan
kepada mereka yang serba kekurangan di dalam harta.
Selain memiliki
aspek muamalah, yaitu adanya hubungan sosial antara sesama manusia, zakat juga
terkait dengan aspek ibadah yang merupakan proses penghambaan diri kepada Sang
Khaliq. Sebab zakat adalah bentuk ibadah kepada Allah yang merupakan cara
pensucian terhadap harta kekayaan seseorang di hadapan Allah.
Penyebutan kata
zakat dalam al-Qur’an seringkali dikaitkan dengan kata shalat -- yang merupakan
pilar utama dalam beribadah. Disamping itu, zakat dikaitkan pula dengan
larangan terhadap riba (Qs. Ar-Rum : 39 dan al-Baqarah : 276). Dengan demikian,
seperti halnya shalat, zakat merupakan penopang dari keimanan seseorang
terhadap Allah yang menjadi ibadah utama bagi setiap pribadi muslim. Sedang
kaitannya dengan larangan riba, zakat merupakan solusi yang diberikan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat. Karena zakat adalah alat distribusi
untuk pemerataan harta dari the have (orang kaya) kepada the have not (orang
miskin). Sedangkan riba, merupakan salah satu instrumen ekonomi yang
menyebabkan terjadinya pemusatan harta di segelintir orang.
Strategi Pemberian Zakat
Dalam lintasan
sejarah kejayaan Islam, zakat yang di kelola secara benar telah membuktikan
mampu mengeliminir kemiskinan sampai titik terendah. Yang paling fenomenal
adalah di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana instrumen zakat pada saat
itu telah mampu memberantas kemiskinan di wilayah kekuasaan Islam, hingga tidak
seorangpun yang berhak menerima zakat. Artinya masyarakat di bawah kekuasaan
Islam semuanya tersejahterakan.
Abdurrahman Qodir
(2001) membagi ke beberapa bentuk pemberian zakat berdasarkan tipologi orang
miskin, yaitu:
Pertama, Golongan yang tidak mempunyai kemampuan
sama sekali untuk berusaha karena beberapa faktor usia (lansia) atau karena
cacat jasmani, maka cara pengentasannya adalah dengan memberikan jaminan hidup
secara rutin dari dana zakat, bantuan zakat dalam bentuk konsumtif.
Kedua, Mereka yang tergolong masih sehat fisik
jasmani, tetapi tidak memiliki keterampilan apa pun. Pengentasan kemiskinan
untuk golongan ini adalah diberikan pelatihan dan pendidikan khusus, atau
dipekerjakan pada unit-unit usaha ekonomi yang dikelola oleh amil zakat
setempat sehingga mereka bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ketiga, Mereka miskin karena suatu hal yang
disebabkan terjadi musibah, sedangkan fisik dan mentalnya masih potensial untuk
bekerja dan berusaha, tetapi tidak memiliki modal, maka langkah pengentasannya
adalah memberikan pinjaman modal usaha dari dana zakat.
Keuntungan Zakat
Bagi setiap orang
yang mengeluarkan zakat dari hartanya akan memiliki keuntungan ganda, yaitu
keuntungan di dunia dan keuntungan di akhirat. Secara jelas dalam firman Allah
(Qs. al-Baqarah: 261) telah ditegaskan bahwa siapapun yang telah membelanjakan
hartanya di jalan Allah, maka akan mendapat timbal balik yang berlipat-lipat. Hal ini tidak hanya di pahami dari sisi pahala saja, tetapi bisa pula di
artikan dari sisi ekonomi.
Secara ekonomi, hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut : diasumsikan
bantuan zakat diberikan dalam bentuk konsumtif. Bantuan konsumtif yang
diberikan kepada mustahik akan meningkatkan daya beli mustahik tersebut atas
suatu barang yang menjadi kebutuhannya. Peningkatan daya beli atas suatu barang
ini akan berimbas pada peningkatan produksi suatu perusahaan, imbas dari
peningkatan produksi adalah penambahan kapasitas produksi yang hal ini berarti
perusahaan akan menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Sementara itu di
sisi lain peningkatan produksi ini akan meningkatkan pajak yang harus
dibayarkan perusahaan kepada negara. Bila penerimaan negara bertambah, maka
negara akan mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta
mampu menyediakan fasilitas publik yang murah atau bahkan gratis bagi
masyarakat.
Dari gambaran di
atas terlihat bahwa dari pembayaran zakat mampu menghasilkan efek berlipat
ganda (multiplier effect) dalam perekonomian, yang pada akhirnya secara tidak
langsung akan berimbas pula kepada keseluruhan ummat (Arif, 2006).
Catatan Akhir
Maka tidak mustahil
jika zakat adalah merupakan instrumen ekonomi dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sayangnya potensi ekonomi ummat ini belum
terkelola secara optimal.
Smoga kedepan
potensi ekonomi ummat tersebut dapat dikelola dengan optimal sehingga akan
bermanfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar