Gunung Kaba lebih sering disebut Bukit Kaba. Gunung setinggi 1.938 meter itu menjadi salah satu primadona wisata di Provinsi Bengkulu.
Gunung Kaba mudah didatangi siapa saja. Untuk menuju puncak bukit, rute dan jalurnya tidak terlalu sulit meski tentu tidak bisa dianggap enteng. Perjalanan pulang pergi bisa ditempuh dalam sehari jika pengunjung hanya ingin hiking dan tidak mendirikan tenda di areacamping. Selain itu, sangat disayangkan jika para pengunjung melewatkan keindahan sunrise dari ufuk timur pada cuaca cerah di Bukit Kaba.
Dari arah terbitnya matahari tersebut, pengunjung bisa menyaksikan kumpulan awan yang bagaikan hamparan permadani di depan mata. Barisan bukit lain juga tampak dari arah timur. Warna langitnya pun berubah-ubah. Yakni, kelam saat menjelang fajar lantas menjadi biru tua, oranye, lalu berubah biru muda dengan awan yang berarak.
Terdapat juga tiga kawah cantik di sana. Dua di antaranya merupakan kawah hidup bisa dijangkau dan disaksikan dari dekat. Ya, Bukit Kaba merupakan salah satu gunung berapi aktif tipe A di Pulau Sumatera.
Secara administrasi, kaki Bukit Kaba terdapat di Desa Talang Markisa, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong. Daerah itu bisa didatangi dari Kota Bengkulu dan Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan, yang sekarang sudah memiliki bandara sendiri. Yakni, Bandara Silampari.
Jika dibandingkan dengan perjalanan dari Bengkulu yang memerlukan waktu dua hingga dua setengah jam ke kaki bukit, perjalanan dari Kota Lubuk Linggau justru lebih dekat, yakni hanya sejam.
Sepanjang perjalanan menuju Desa Talang Markisa tersebut, kita bisa menyaksikan perkebunan sayur milik warga di kiri dan kanan jalan. Sebagian besar penduduk desa itu memang bercocok tanam cabai, bunga kol, bawang merah, wortel, dan tomat. Jika sudah tiba di Desa Talang Markisa, pengunjung diwajibkan melapor di Pos Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) sebelum menuju pintu rimba. Selain menuliskan identitas, pengunjung dikenakan tarif masuk kawasan wisata itu.
Lantas, pendakian dimulai dari pintu rimba yang berjarak sekitar 100 meter dari Pos Pokdarwis. Yakni, ditandai dengan menyeberangi aliran air. Agar sampai ke puncak, ada tiga selter yang bisa disinggahi untuk beristirahat.
Perjalanan dari pintu rimba menuju selter satu membutuhkan waktu sekitar sejam. Jalurnya melewati lorong tanah, vegetasi hutan bambu, dan hutan rimbun. Lalu, perjalanan dari selter satu ke selter dua juga ditempuh sekitar sejam dengan melewati satu jalur yang cukup terkenal dengan nama Tebing Cengeng.
Tebing tersebut dinamai Tebing Cengeng karena memiliki kemiringan sekitar 60 derajat sepanjang 50 meter. Mendaki tebing itu benar-benar membuat para pendaki mengeluh hingga ingin menangis. Sementara itu, dalam perjalanan dari selter dua menuju selter tiga, ada kubah (bangunan mirip bunker) yang merupakan pintu masuk kawasan puncak bukit. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu setengah jam.
Selama perjalanan dari selter ke selter, pengunjung tidak hanya bisa menikmati udara segar, pemandangan hijau, dan suasana persahabatan, tetapi juga suara bermacam-macam satwa. Salah satu yang paling khas adalah suara siamang yang terdengar jika ada pendaki yang melintasi selter satu ke selter dua. Mereka biasanya bersuara karena ingin menandai wilayah habitatnya.
Setelah tiba di selter tiga kubah, pendaki dapat mendirikan tenda. Kalau hanya hiking, pengunjung bisa duduk melepas lelah sebelum melanjutkan perjalanan ke kawah hidup dan kawah mati. Selain itu, ada sumber air di 20 meter sebelah kiri lembah yang menghadap puncak. Sumber air tersebut cukup jernih sehingga menjadi alternatif bagi pengunjung yang kehabisan air minum.
Untuk menuju ke kawah hidup, jalannya sejalur dengan jalur kubah. Pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 20 menit. Nanti pengunjung juga melintasi tangga yang disebut Tangga Seribu. Meski bernama Tangga Seribu, tangga itu tidak sampai berjumlah seribu. Secara keseluruhan, perjalanan 2,5 jam dari pintu rimba menuju puncak Bukit Kaba memang cukup melelahkan.
Menurut seorang pendaki perempuan yang sudah biasa mendaki gunung-gunung di Jawa, Pratiwi Setyo, jalur gunung Sumatera sangat berbeda dengan gunung-gunung di Jawa. ’’Gunung Sumatera berjarak pendek, tetapi perjalanannya cukup melelahkan. Sebab, trek datarnya sangat sedikit,’’ tuturnya.
Dia menjelaskan, pendaki terkadang harus berpegangan pada akar-akar jika ingin menaiki undakan tanah. Sementara itu, di Jawa banyak jalur datar nan panjang sehingga tidak terlalu melelahkan meski waktu tempuhnya lebih lama. Namun, rasa lelahnya akhirnya terbayar dengan pemandangan yang elok.
Bagi yang ingin melihat sunrise tanpa harus camping atau mendirikan tenda, ada tip yang memudahkan pendaki. Pendakian bisa dilakukan dini hari sekitar pukul 02.30 WIB. Jadi, pengunjung bisa tiba di puncak pada pukul 05.00 WIB atau menjelang matahari terbit. Untuk cara itu, pengunjung wajib membawa senter dan setidaknya mengajak satu orang yang sudah mengetahui jalur pendakian di sana.
Kunjungan ke lokasi wisata tersebut biasanya ramai pada Sabtu, Minggu, dan hari-hari libur. Pada hari besar seperti Hari Kemerdekaan 17 Agustus dan Tahun Baru, jumlah pendaki dan pengunjung yang hiking bisa mencapai ratusan orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar