Namun dalam beberapa tahun terakhir, perekonomian Indonesia menurun. Sistem perpolitikan Indonesia pun tetap terkurung dan ditunggangi oleh kepentingan tertentu. Gonjang-ganjing politik terus terjadi.
Hal ini memunculkan pertanyaan di masyarakat, apakah kepercayaan yang mereka berikan kepada Jokowi disaat Pilpres adalah sebuah kesalahan.
Tantangan Bangsa
Mencermati perkembangan terkini, terutama pada aspek pengelolaan negara dan kepemimpinan, terdapat tantangan yang sedang dihadapi bangsa ini. Tantangan tersebut antara lain :
Pertama, makin melebarnya kesenjangan ekonomi. Banyak analis menyatakan kalau secara umum, ketimpangan atau kesenjangan muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Ini disebabkan karena pertumbuhan itu tidak inklusif, yaitu hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terserap atau tidak terasa secara nyata ditengah sebagian besar masyarakat.
Ketimpangan merupakan sesuatu yang sensitif karena jika terus terjadi, bahkan jika terus melebar maka akan menimbulkan keresahan sosial. Rakyat miskin akan merasa bahwa mereka hanya dijadikan sapi perahan oleh segelintir orang yang mampu menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi. Keresahan ini cepat atau lambat dapat berubah menjadi konflik sosial sehingga menimbulkan ketidakamanan. Ketidakamanan akan membuat kegiatan usaha menghadapi ketidakpastian sehingga akan sulit untuk memperluas atau bahkan hanya untuk sekedar mempertahankan usaha dan akan mempersulit Negara dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.
Kedua, terkoyaknya kohesi sosial. Dan salah satunya disebabkan karena semakin melebarnya kesenjangan ekonomi, sehingga memicu sensitifitas hubungan sosial antar kelompok dan antar-warga.
Ketiga, melemahnya penegakan hukum, yang berkelindan dengan suasana keadilan sosial yang terkoyak. Melemahnya penegakkan hukum di Indonesia, dapat terlihat dari tidak tercapainya tujuan utama dari hukum yaitu keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sepertinya sangat sulit sekali memperoleh keadilan di negeri ini, padahal hukum yang ada di Indonesia disusun dengan sangat baik bila dijalankan dengan benar. Namun kenyataan yang ada sekarang adalah hukum di Indonesia belum sesuai dengan yang sebagaimana mestinya. Tajam kebawah, tumpul keatas masih sangat gamblang tergambar dan terasakan oleh rakyat Indonesia.
Keempat, praktik korutif yang menjangkiti dengan akut elit negara. Bila dulu praktik korupsi dilakukan dibawah meja (sembunyi-sembunyi) saat ini sekalian mejanya dikorupsi. Adalah gambaran betapa praktik korutif begitu telanjang terjadi di negeri ini dan menjangkiti hampir semua elit negeri, dampaknya merusak struktur penyelenggaraan kenegaraan baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Kelima, politik dan praktik demokrasi prosedural yang semakin hari semakin cenderung “merusak diri sendiri” (self destructive). Berbeda dengan perilaku politisi di era awal Republik berdiri, politisi hari ini jauh dari perilaku luhur, rela berkorban, berorientasi pada rakyat semata. Praktik politik saat ini kental dengan warna manipulasi, politik uang, ugal-ugalan, semau gue dan egosentris.
Tak heran bila praktik demokrasi yang berjalan saat ini hanya sekadar demokrasi aksesoris yang penuh simbol-simbol, yang belum menyentuh aspek substantif dari demokrasi itu sendiri. Memang, rakyat terlibat dalam pesta politik baik itu di tingkat daerah atau pilkada, pemilu legislatif dan pilpres. Tapi esensi dari demokrasi ini belum mampu menciptakan model pemerintahan yang lebih melindungi dan menyejahterakan rakyat, ataupun menciptakan birokrasi yang mudah dan melayani, serta penegakan hukum secara adil.
Kepemimpinan Idealita
Dalam banyak tantangan dan kerumitan, peran kepemimpinan yang mumpuni sering menjadi solusi. Sebagaimana kita belajar dari sejarah, banyak kerumitan yang muncul disebabkan ketidakmampuan pemimpin.
Institusi apapun, perusahaan, daerah hingga ke level negara yang kuat dan bermartabat selalu saja dipimpin oleh figur-figur mumpuni.
Menurut Ryaas Rasyid, pakar politik dan pemerintahan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis kepemimpinan yang sangat akut, bahkan ketika reformasi terjadi di Indonesia.
Indonesia sudah lama alami krisis kepemimpinan hampir di semua level bahkan sampai puncak. Bermasalah semua sehingga sulit mencari acuan keteladanan siapa yang jadi representasi kepemimpinan yang ideal kecuali ketika pemimpin itu mampu menyelesaikan masalah.
Secara standar teori, pemimpin syaratnya ada 4 (empat) dan hal tersebut yang tidak ditemukan di Indonesia saat ini. Keempat syarat kepemimpinan tersebut adalah:
Pertama, Integritas. Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi sehingga dia pantas dianggap sebagai seorang pemimpin teladan. Pemimpin harus punya keperibadian yang kuat yang tidak bisa berbohong, tidak bisa korupsi atau pencuri dan harus jujur. Integritas dan jujur pada semua pihak, diri sendiri, orang lain dan kepada Tuhan. Itu prinsip utama pemimpin dan kepemimpinan.
Kedua, Kompetensi. Seorang pemimpin harus memiliki potensi yang sangat tinggi dalam memimpin termasuk mampu memahami masalah dan tahu caranya bagaimana memecahkan masalah tersebut. Kompetensi ini diukur dengan beberapa hal, yakni ketika wacana yang disampaikan ke publik terukur. Setiap masalah dia harus mampu mendefinisikan masalah secara jelas. Kemudian harus mampu mendiagnosa masalah dan harus mampu mobilisasi semua faktor.
Namun sayangnya selama ini pola kepemimpinan di Republik ini hanya sebatas pencitraan semata lantaran ketidakmampuan seorang pemimpin dalam mendefinisikan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi di pemerintahannya. Pencitraan itu kan tipuan. Sebab, kebohongan di politik itu ketika dipoles menjadi sebagai pencitraan.
Ketiga, Komitmen. Dan terakhir syarat sebagai seorang pemimpin yang ideal dan teladan adalah ketika ia memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam berbagai janji dan ucapannya. Seorang pemimpin, ia harus bisa dipercaya dan janjinya tidak diingkari. Makanya kalau kampanye isinya kan janji semua.
Sebagai seorang pemimpin yang sangat dipegang oleh rakyat adalah ucapan dan janji-janjinya. Ketika janji tersebut teringkari, maka potensi kepercayaan rakyat kepadanya akan sirna.
Keempat, Moral yang Tinggi. Lebih lanjut, seorang pemimpin yang ideal dan teladan harus memiliki moral yang tinggi. Karenanya seorang pemimpin harus tahu diri dan mampu menerima kritikan. Dan salah satu ukuran moral tersebut adalah harus bisa legowo mengakui ketika ada kesalahan yang ia perbuat.
Moral foundation penting untuk kepemimpinan. Karena pemimpin harus punya semangat keteladanan. Pemimpin harus legowo mundur kalau salah, legowo minta maaf kalau keliru, berani menegur kalau ada yang salah, bukan malah melindungi salah.
Catatan Akhir
Indonesia terlalu penting untuk menjadi negara lemah. Demi kedaulatan, demi generasi mendatang, perjuangan kita adalah menghadirkan sebanyak mungkin pemimpin yang mencerdaskan dan menggerakkan. Dari merekalah akan lahir solusi dan inspirasi untuk menyelesaikan berbagai permasalah dan tantangan masa kini dan masa datang.
Tantangan Bangsa
Mencermati perkembangan terkini, terutama pada aspek pengelolaan negara dan kepemimpinan, terdapat tantangan yang sedang dihadapi bangsa ini. Tantangan tersebut antara lain :
Pertama, makin melebarnya kesenjangan ekonomi. Banyak analis menyatakan kalau secara umum, ketimpangan atau kesenjangan muncul seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Ini disebabkan karena pertumbuhan itu tidak inklusif, yaitu hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut tidak terserap atau tidak terasa secara nyata ditengah sebagian besar masyarakat.
Ketimpangan merupakan sesuatu yang sensitif karena jika terus terjadi, bahkan jika terus melebar maka akan menimbulkan keresahan sosial. Rakyat miskin akan merasa bahwa mereka hanya dijadikan sapi perahan oleh segelintir orang yang mampu menikmati buah dari pertumbuhan ekonomi. Keresahan ini cepat atau lambat dapat berubah menjadi konflik sosial sehingga menimbulkan ketidakamanan. Ketidakamanan akan membuat kegiatan usaha menghadapi ketidakpastian sehingga akan sulit untuk memperluas atau bahkan hanya untuk sekedar mempertahankan usaha dan akan mempersulit Negara dalam menjaga pertumbuhan ekonomi.
Kedua, terkoyaknya kohesi sosial. Dan salah satunya disebabkan karena semakin melebarnya kesenjangan ekonomi, sehingga memicu sensitifitas hubungan sosial antar kelompok dan antar-warga.
Ketiga, melemahnya penegakan hukum, yang berkelindan dengan suasana keadilan sosial yang terkoyak. Melemahnya penegakkan hukum di Indonesia, dapat terlihat dari tidak tercapainya tujuan utama dari hukum yaitu keadilan bagi seluruh rakyatnya. Sepertinya sangat sulit sekali memperoleh keadilan di negeri ini, padahal hukum yang ada di Indonesia disusun dengan sangat baik bila dijalankan dengan benar. Namun kenyataan yang ada sekarang adalah hukum di Indonesia belum sesuai dengan yang sebagaimana mestinya. Tajam kebawah, tumpul keatas masih sangat gamblang tergambar dan terasakan oleh rakyat Indonesia.
Keempat, praktik korutif yang menjangkiti dengan akut elit negara. Bila dulu praktik korupsi dilakukan dibawah meja (sembunyi-sembunyi) saat ini sekalian mejanya dikorupsi. Adalah gambaran betapa praktik korutif begitu telanjang terjadi di negeri ini dan menjangkiti hampir semua elit negeri, dampaknya merusak struktur penyelenggaraan kenegaraan baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Kelima, politik dan praktik demokrasi prosedural yang semakin hari semakin cenderung “merusak diri sendiri” (self destructive). Berbeda dengan perilaku politisi di era awal Republik berdiri, politisi hari ini jauh dari perilaku luhur, rela berkorban, berorientasi pada rakyat semata. Praktik politik saat ini kental dengan warna manipulasi, politik uang, ugal-ugalan, semau gue dan egosentris.
Tak heran bila praktik demokrasi yang berjalan saat ini hanya sekadar demokrasi aksesoris yang penuh simbol-simbol, yang belum menyentuh aspek substantif dari demokrasi itu sendiri. Memang, rakyat terlibat dalam pesta politik baik itu di tingkat daerah atau pilkada, pemilu legislatif dan pilpres. Tapi esensi dari demokrasi ini belum mampu menciptakan model pemerintahan yang lebih melindungi dan menyejahterakan rakyat, ataupun menciptakan birokrasi yang mudah dan melayani, serta penegakan hukum secara adil.
Kepemimpinan Idealita
Dalam banyak tantangan dan kerumitan, peran kepemimpinan yang mumpuni sering menjadi solusi. Sebagaimana kita belajar dari sejarah, banyak kerumitan yang muncul disebabkan ketidakmampuan pemimpin.
Institusi apapun, perusahaan, daerah hingga ke level negara yang kuat dan bermartabat selalu saja dipimpin oleh figur-figur mumpuni.
Menurut Ryaas Rasyid, pakar politik dan pemerintahan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis kepemimpinan yang sangat akut, bahkan ketika reformasi terjadi di Indonesia.
Indonesia sudah lama alami krisis kepemimpinan hampir di semua level bahkan sampai puncak. Bermasalah semua sehingga sulit mencari acuan keteladanan siapa yang jadi representasi kepemimpinan yang ideal kecuali ketika pemimpin itu mampu menyelesaikan masalah.
Secara standar teori, pemimpin syaratnya ada 4 (empat) dan hal tersebut yang tidak ditemukan di Indonesia saat ini. Keempat syarat kepemimpinan tersebut adalah:
Pertama, Integritas. Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi sehingga dia pantas dianggap sebagai seorang pemimpin teladan. Pemimpin harus punya keperibadian yang kuat yang tidak bisa berbohong, tidak bisa korupsi atau pencuri dan harus jujur. Integritas dan jujur pada semua pihak, diri sendiri, orang lain dan kepada Tuhan. Itu prinsip utama pemimpin dan kepemimpinan.
Kedua, Kompetensi. Seorang pemimpin harus memiliki potensi yang sangat tinggi dalam memimpin termasuk mampu memahami masalah dan tahu caranya bagaimana memecahkan masalah tersebut. Kompetensi ini diukur dengan beberapa hal, yakni ketika wacana yang disampaikan ke publik terukur. Setiap masalah dia harus mampu mendefinisikan masalah secara jelas. Kemudian harus mampu mendiagnosa masalah dan harus mampu mobilisasi semua faktor.
Namun sayangnya selama ini pola kepemimpinan di Republik ini hanya sebatas pencitraan semata lantaran ketidakmampuan seorang pemimpin dalam mendefinisikan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi di pemerintahannya. Pencitraan itu kan tipuan. Sebab, kebohongan di politik itu ketika dipoles menjadi sebagai pencitraan.
Ketiga, Komitmen. Dan terakhir syarat sebagai seorang pemimpin yang ideal dan teladan adalah ketika ia memiliki komitmen yang sangat tinggi dalam berbagai janji dan ucapannya. Seorang pemimpin, ia harus bisa dipercaya dan janjinya tidak diingkari. Makanya kalau kampanye isinya kan janji semua.
Sebagai seorang pemimpin yang sangat dipegang oleh rakyat adalah ucapan dan janji-janjinya. Ketika janji tersebut teringkari, maka potensi kepercayaan rakyat kepadanya akan sirna.
Keempat, Moral yang Tinggi. Lebih lanjut, seorang pemimpin yang ideal dan teladan harus memiliki moral yang tinggi. Karenanya seorang pemimpin harus tahu diri dan mampu menerima kritikan. Dan salah satu ukuran moral tersebut adalah harus bisa legowo mengakui ketika ada kesalahan yang ia perbuat.
Moral foundation penting untuk kepemimpinan. Karena pemimpin harus punya semangat keteladanan. Pemimpin harus legowo mundur kalau salah, legowo minta maaf kalau keliru, berani menegur kalau ada yang salah, bukan malah melindungi salah.
Catatan Akhir
Indonesia terlalu penting untuk menjadi negara lemah. Demi kedaulatan, demi generasi mendatang, perjuangan kita adalah menghadirkan sebanyak mungkin pemimpin yang mencerdaskan dan menggerakkan. Dari merekalah akan lahir solusi dan inspirasi untuk menyelesaikan berbagai permasalah dan tantangan masa kini dan masa datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar